Senin, 17 Desember 2012

IPS PENJAS, SOSIOLOGI DAN PSIKOLOGI OLAHRAGA


.SOSIOLOGI OLAHRAGA

Sosiologi olahrga berurusan dengan prilaku sosial manusia, baik prilaku individual maupun prilaku kelompok, dalam situasi olahraga. Bidang yang luas ini di gambarkan sebagai suatu kajian proses dan berbagai prnata sosial dalam kaitan dan pengaruh prilaku keolahragaan dan olahraga. Olahraga merupakan bagian yang mempunyai arti             tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Seringkali pula disebut sebagai mikro kosmos dari masyarakat, yakni dalam model skala kecil dari keseluruhan rupa masyarakat. Para sosiolog olahraga mempeljari bagaimana interaksi manusia yang satu dengan yang lain dalam suasana olahraga, menentukan bagaimana proses olahraga mempengaruhi perkembangan dan sosialisasi manusia dan bagaimana manusia menyesuaikan dirinya.
Sosiologi olahraga merupakan bidang baru dalam penelitian olahraga, meskipun hasil karya para pakar telah terlihat pada awal abad ini. Contoh-contonya adalah : H. Steinitzer : “Olahraga  dan Kebudayaan” (1910), H. Risse : “Sosiologi Olahraga” (1921), Johan Huizinga : Homo Ludens” (1938), Roger Caillois : Manusia dan Permainan” (1958).
International Council of Sport and Physical Education (ICSPE) membentuk sebuah komite yng disebut Comitte for Sociology of Sport pada tahun 1964. ada dua aspek sosial yang menjadi kajian sosiologi olahraga, yakni pranata-pranata sosial seperti sekolah dan organisasi lain serta proses-proses sosial seperti perkembangan status sosial atau presentase dalam kelompok atau masyarakat, peran olahraga di sekolah dan masyarakat tempat para remaja tumbuh meminta perhatian untuk dikaji bagaimana pengaruh olahraga terhadap aspek sosial terhadap proses pertumbuhan. Hanya dengan menguasai masalah tersebut olahraga bisa d manfaatkan sebaik-baiknya dalam membantu para remaja dan anak-anak untuk berkembang secara sehat dan menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Bidang-bidnag riset atau penelitian sosiologi olahraga mencakup olahraga dan prnata sosial. Seperti sekolah dan kehidupan politik, stratifikasi sosial (tingkat-tingkat golongan sosial) dan sosialisasi (bagaimana seseorang atau kelompok berintersksi dengan yang lain). Diantara masalah-masalah yang di pelajaari dalam hubungan individu dan kelompok dalam olahraga adalah peranan dan jenis kelamin, masalah ras, agama, nilai-nilai dan etika, ekonomi, politik, waktu luang, suku bangsa dan perubahan sosial. Tentang manusia dan kelompok tersebut, kepemimpinan, sosialisasi dan hal-hal lain seperti kenakalan dan agresi, mobilitas sisial, hubungan budi pekerti dan konsep diri untuk keberhasilan, perkembangan tingkahlaku dan aspek-aspek sejenis dari perkembangan sosial. Selain itu sosiologi olahraga mempelajari teori-teori yang lebih mantap dalam penetapan dan pendeskripsian olahraga dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Teknik-teknik dan metode penelitian terus di kembangkan.

Sebagai contoh bidang-bidang penelitian sosiologi olahraga dikemukakan :
  1. Pelepasan emosi (dengan caa yang dapat diterima masyarakat)
  2. Pembentukan pribadi (mengenbangkan identitas diri)
  3. Kontrol sosial (penyerasian)
  4. Sosialisasi (membngun prilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)
  5. Perubahan sosial (interaksi sosial, asimilasi dan mobilitas)
  6. Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)
  7. keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai pemirsa)
Fungsi-fungsi tersebut dapat  positif namun dapat negative pula. Metode riset aspek sosial tdaklah mudah karena ia menyajikan data ojektif yang rendah. Prilaku individu atau kelompok dipelajari dengan menggunakan sumber-sumber seperti wawancara,statistic (yang sering kali berdasarkan pendapat subjektif) riset kepustakaan dan arsip, kuesioner,sirvey. Sumber-sumber denikian jarang sekali objektif karena memakai pendapat perseorangan atau kelompok untuk menentukan status atau perubahan. Sebagai hasilnya, riset sosiologi seringkali kontrppersial.
1        Teori-teori Bermain
Para ahli sosiolog telah mengembangkan teori tentang mengapa manusia bermain beberapa teori yang menonjol adalah teori energy berlebih atau teori Spencr-Shiller, teori rekreasi relaksasi, teori warisan atau rekapitulasi. Atau teori Groos, teori kontak sosial dan teori pernyataan diri. Sangat menarik untuk mengkaji masing-masing teori tersebut. Dari pembahasan berikut dapat terlihat bahwa kemungkinan ada tiga factor yang menentukan. Ketiga factor tersebut berkaitan dengan lingkungan fisik, lingkungan psiko sosisal dan organisme itu sendiri. Ketiganya menunjuk bahwa bermain di batasi oleh lingkungan dimana organisme itu sendiri merupakan bagian dari perannya, permaiana yang dilakukan orang dewasa sama dengan permainan yang dilakukan anak-anak dan bentuk permaian tetap sama dari generasi ke generasi.
a. Teori energi-berlebih
Teori energi-berlebih atau Spencer-Shiller (filosof Jerman 1759-1805) menyatakan bahwa manusia mamiliki berbagai potensi yang tidak dapat diaktifkan sekaligus. Akibatnya adalah adanya kelebihan tenaga yang tidak dapat dimanfaatkan. Pusat syaraf yang sehat dan aktif selama itu mengakumulasikan energi terus menerus semakin banyak hingga suatu saat memerlukan kartu penyalur untuk meredakan tekanan. Bermain merupakan medium pengamannya.
b. Teori Rekreasi
Guts Muths, Bapak pendidikan jasmani di Jerman menekankan nilai kretif dari bermain dalam buku : Bermain untuk latihan dan rekreasi jasmani dan rohani. Teori ini memnpunyai premis bahwa gagasan dari tubuh manusia memerlukan beberapa bentuk bermain sebagai alat revitalitas. Bermain adalah medium untuk menyegarkan tubuh setelah berjam-jam bekerja. Ia membantu pemulihan dari kelelahan energy dan merupakan preda dari ketegangan syaraf, kelelahan mental dan kegelisahan.

c. Teori Relaksasi
banyak persamaan teori relaksasi dengan teori rekreasi, cara bekerja jaman sekarang, yang menggunakan otot-otot halus dari mata dan tangan sangat berat, menjemukan dan sangat melelahkan. Jenis pekerjaan demikian dapat merusak syaraf apabila organism tidak mempunyai cara untuk relaksasi. Bermain meripakan mediumnya. Ia membantu seseorang untuk keluar rumah dan mengikuti aktivitas tradisional seperti berburu,mengail, berkelana, berenang, dan berkemah. Aktivitas-aktivitas ini mengendurkan urat syaraf dan mengistirahatkan seseorang. Serta membantu segar kembali dan siap untuk bekerja lagi.
d. Teori Warisan atau Rekapitulasi
Stanley Hall mengembangkan teori rekapitulasi. Teori ini beranggapan bahwa masa lampau adalah kunci dari bermain. Bermain di turunkan dari generasi ke generasi sejak jaman dulu kala. Bermain dan permainan adalah bagian dari warisan setiap individu. Masyarakat mengulang aktivitas pundamental dari permainan yang dilakukan oleh manusia jaman lampau. Aktivitas seperti berlari, melempar, memukul, memanjat, melompat, menghela, dan meloncat merupakan bagian dari hidup sehari-hari dari generasi ke generasi. Jaman sekarang olahraga dan prtandingan yang dilakukan hanyalah variasi dari akivitas ke dua tersebut.
e. Teori Naluri (Gross)
Teori Naluri menerangkan bahwa manusia mempunyai tendensi naluri untuk aktif pada berbagai tingkat dalam hidupnya. Seorang anak bernafas, tertawa, menangis, merangkak, berdiri, berjalan, berlari, dan melempar pada berbagai periode dari perkembangannya. Kesemuanya dalah naluri dan timbul alami secara perjalanan perkembangannya. Untuk itu bermain adalah sesuatu yang terjadi secara alamiah sebagai masalah pertumbuhan dan perkembangan. Hal itu bukan sesuatu yang dirancang atau dilakukan dengan sengaja untuk mengisi waktu.
f. Teori Kontak Sosial
Manusia dilahiran kedua orantuanya. Orang tua adalah anggota dari kelompok, budaya dan masyarakat tertentu. Sehubungan dengan itu manusia sebagian besara aktivitasnya didorong lingkungannya. Seseorang akan melakukan permainan yang bisa dilakukan kelompok dimana ia menjadi anggotanya. Di Indonesia mungkin berupa sepakbola, di Amerika base ball dan di Inggris cricket.
g. Teori Pernyataan Diri
 Manusia adalah makhluk yang aktif, yang struktur anatomi dan fisiologinya membatasi aktivitasnya yang tingkat kesegaran jasmaninya setiap saat mempengaruhi jenis aktivitaas yang dilakukan dan yang kecendrungan fisokologinya sebagai akibat dari kebutuhan psikologi dan hasil belajar, kebiasaan atau sikapnya mendorongnya pada jenis aktivitas bermain tertentu.
1        Membentuk Budi Pekerti Remaja
Pendidikan jasmani berpotensi besar untuk membantuk budi pekerti anak-anak dan remaja. Untuk itu perlu diketahui tingkat-tingkat perkembangan kepribadian anak dan pendekatan terbaik untuk mencapai tujuan yang bernilai terssebut. Ada lima tingkat yang dilalui oleh orang yang normal dalam pengembangan kepribadiannya.
  1. Tingkat inpulsif, amoral.
Ini adalah masa selama tahun-tahun pertama atau lebih, sejak seorang anak dilahirkan, ketika anak mengikuti impulsnya sendiri tanapa perasaan moral.
  1. Tingkat Egosentri
Periode ini biasa dialami anak-anak umur 2-4 tahun. Cirri-cirinya adalah penguasaan impuls untuk kepentingan membuat kesan yang baik dan proteksi diri dari cedera fisik. Bagaimanapun masih ada perasaan “AKU” nya dengan fokus pada kesenangan dan kenyamanan individual.
  1. Tingkat  Komformitas
Dari 5-10 tahun terdapat periode dimana individu itu mencoba untuk menyesuaikan diri terhadap pendidikan kelompok sosialnya.
  1. Tingkat Kesadaran Irrasional
Tingkat ini adalah masa ketika contoh dan orang tua menjadi dominant sebagai cirri anak yang normal. Sejimlah orang dewasa menerusak tingkat ini. Periode ini bercirikan perasan yang kuat bahwa budi npekerti orang tua, benar atau salah, merupakan satu-satunya ynag harus diikuti.
  1. Tingkat Kesadaran Rasional
Tingkat ini adalah tingkat tertinggi dari perkembangan budi pekerti. Individual menggunakan pikiran dan pengalamannya untuk tingkah lakunya, dan terus menerus mencoba melihat berbagai jalan dan cara yang terbuka untuk bertingkah laku serta konsekuensi-konsekuensi dari tiap jalan yang di tempuh. Sejumlah Adolesen mencapai tingkat ini, namun sejumlah orang dewasa tidak mampu memasukinya.
Guru pendidikan jasmani harus memperhatikan berbagai tingkah ini baik pada anak laki-laki, perempuan dan orang-orang dewasa yang berhubingan dengannya serta terus menerus mengembangkan tingkat tertinggi dari budi pekerti. Dengan meningkatkan kelima tingkatan tdi terdapat empat pendekatan untuk pembantukan budi pekerti anak-anak dan remaja yang paling efektif.
  1. Preception/Persepsi
Metode ini didasarkan pada pendapat bahwa jika anak muda tahu apa yang benar, dia akan berbuat demikian. Terdapat kesepakatan umum bahwa pemahaman yang jelas tentang apa yang baik dan benar merupakan pengetahuan yang penting untuk di komunikasikan. Namun demikian, supaya efektif perlu didaampingi oleh pendekatan-pendekatan yang lain. Penting sekali dalam pendidikan jasmani bahwa anak remaja mengerti dengan jelas apa yang disebut budi pekerti yang baik did lam kelas, didalam pertandingan, di luar pengawasan orang tua dan didalambebagai situasi lainya. Jangan dilepskan dalam pemikirannya, apa yang baik, dalam situasi apapun.
  1. Studi Kehidupan dari Laki-laki dan Wanita
Anak-anak muda sangat terkesan oleh pemimpin-pemimpin besar. Kehidupan pahlawan-pahlawan nasional umpamanya membangkitkan inspirasi untuk meningkatkan budi pekerti yang tinggi. Pendekatan ini dapat efektif bila ada bacaan dan dramatisasi dari peristiwa-peristiwa penting yang diambil dari kehidupan orang-orang besar. Pengalaman-pengalaman demikian akan berdampak pada budi pekerti anak-anak muda.
  1. Belajar Berbuat dengan Melakukannya
Pendekatan yang paling efektif adalah mempengaruhi anak alaki-laki dan perempuan dalam pembantekuan budi pekerti ketika mereka berpartisipasi dalam aktivitas sekolah mereka harus  melihat apa yang benar dan apa ayang salah serta apa yang baik dan apa yang buruk. Banyak sekali momentum yang dapat dimanfaatkan setiap hari dalam aktivitas kesiswaan, olahraga dan pelajaran pendidikan jasmani untuk memperkuat elemen-elemen budi pekerti.
1        Menhadapi Tantangan Jaman
Ketegangan ketidakpastian, rendahnya moral, ikatan keluarga yang rapuh, kompetisi, materialism dan meningkatkan waktu luang adalah beberapa cirri dari jaman yang harus dikaji lebih mantap oleh setiap orang terutama guru pendidikan jasmani. Apabila masalah Adolesen hendak diecahkan. Setiap sumber haus dimobilisir untuk menciptakan lingkungan sehat yang menyeluruh. Untuk memecahkan masalah remaja penting sekali mengenal Adolesen selama berbagi tingkat prkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Penting diketahui pengaruh-pengaruh terhadap kepribadian. Sangat esensial untuk memahami dengan jelas implikasi dari kebutuhan Adolesen an kekuatan-kekuatan lingkungannya. Pengetahuan ini perlu untuk para administrator, guru dan termasuk guru pendidikan jasmani. Perlu diketahui pendekatan-pendekatan yang paling efektif dalam pembentukan budi pekerti. Jika kita mengetahui hal-hal tersebut secara lengkap kita akan lebih siap untuk memecahkan beberapa dari masalah adolesen tersebut.
Pendidikan jasmani dapat membantu meletakan dasar yang baik dari keterampilan bagi setiap anak. Tahun belajar keterampilan adalah tahun sekolah. Jika program yang memadai diberikan pada setiap tingkat pendidikan anak akan tumbuh menjadi dewasa yang tergolang dalam dalam merupakan kecemasan, ketakutan, saingan, materi, rasa iri, kebencian setidaknya untuk masa yang singkat dengan ikut serta untuk aktivitas yang menarik hatinya.
Pendidikan jasmani dapat membantu dengan menekan semangat dan budi pekerti yang tinggi sportivitas, menghormati hak orang lain, demokratik dan bergaul secara serasi, seimbang dan selaras.
Sosiologi tergantung pada pendidikan untuk membantu mengembangkan kebahagiaan, toleransi, kemauan baik dalam kehidupan sosial. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam memecahkan masalah-masalah sosial. Fungsinya ialah meningkatkan masyarakat. Pendidikan jasmani sebagai bagian dari proses pendidikan keseluruhan dapat membantu mencapai tujuan ini.
Pendidikan jasmani adalah pengalaman sosial. Melalui aktivitas fisik dapat dibuat kemajuan yang besar dalam mencapai kehidupan yang lebih memuaskan. Kenakalan remaja, prasangka ras, intoleransi dan deskriminasi dapat diredakan. Pendidikan jasmani dapat membantu kehidupan kelompok yang lebih kohesif dan lebih kooperatif. Akhirnya pendidikan jasmani dapat membantu maningkatkan duni yang damai dan bahagia dengan menamakan semangat fair play kepada setiap anak, membantu dalam mengembangkan kesehatan dan kesegaran jasmani individual mengembangkan pemahamahan dari pemanfaatan waktu luang, menamakan persamaan sosial, membantu prosedur demokratik, meningkatkan kepercayaan pada nilai manusia dan mengembangkan apresiasi terhadap hal-hal yang lebih sederhana sebagai lawan penutupan materi dan kekayaan.
PSIKOLOGI
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
A.Sejarah Psikologi
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasikan laboratoriumnya tahun 1879, yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu. pandangan tentang manusia dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno.Psikologi sendiri sebenarnya telah dikenal sejak jaman Aristoteles sebagai ilmu jiwa, yaitu ilmu untuk kekuatan hidup ( levens beginsel). Aristoteles memandang ilmu jiwa sebagai ilmu yang mempelajari gejala - gejala kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan (Anima), karena itu tiap - tiap makhluk hidup mempunyai jiwa. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelektual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.

B. Psikologi Olahraga
Psikolagi Olahraga mempelajari prilaku manusia dalam situasi olahraga. Dalam lingkup kajian olahraga, psikologi terutama membahas dua aspek : Pertama, belajar ketangkasan dan unjuk laku gerak yang bisa dikenal dalam dunia pendidikan jasmani dan olahraga, dan kedua, Aspek psikologi olahraga. Kajian mencakup factor psikologi yang mempengaruhi belajar dan unjuk laku ketangkasan fisik dan bagaimana seseorang di pengaruhi faktor-faktor internal maupuneksternal. Ia mencakup kajian bagaimana mempelajari ketangkasan fisik (didaktik olahraga atau “motor learning”). Ia mencakup pola masalah efektivitas berbagai rangsang terhadap unjuk laku dari ketangkasan-ketangkasan tersebut (Psikologi Olahraga). Ia mempelajari efektifitas terhadap unjuk laku dari motivasi, dorongan, kegelisahan, pribadi dan sosial serta faktor-faktor lainnya.
Psikologi olahraga adalah bidang yang banyak menarik perhatian dan pada tahun 70-an banyak psikolog yang terlibat aktif dengan para atlet dan tim olahraga. Di Eropa Timur psikologi olahraga telah berperan penting dalam mempersiapkan olahragawan tingkat tinggi. Demikian pula lah kiranya di waktu yang akan dating. Para pelatih, guru dan orang tua semakin berkepentingan, tidak hanya dalam mempersiapkan atlit tingkat tinggi tetapi juga dlam melindungi para atlit bagi kesehatan psikologi dan emosional karena tingkat stress yang tinggi di lapangan pertandingan.
Organisasi psikologi internasional didirikan di kongresnya yang pertama dilakukan di Roma tahun 1965. psikologi olahraga mempelajari hakekat ketangkasan gerak, unjuk laku dari belajar bergerak serta cirri-ciri psikologi dari prilaku. Faktor-faktor yang mempelajari adalah ahal-hal yang mempengaruhi unjuk laku fisik seperti motivasi, distribusi, latihan dan asas kekhususan-kekhususan. Perbedaan dalam faktor-faktor situasi belajar atau situasi latihan terutama karena tingkat ketangkasan dan intensitas pelaku karena faktor-faktor dasar dan asas-asanya sama.
Beberapa ahli psikologi olahraga memperdebatkan masalah arah dalam riset psikologi, terutama dalam metode. Ada yang menekankan pada riset “lapangan” yakni penelitian yang mempelajari unjuk laku di tempat kejadian, di lapangan olahraga, dan bukan riset tradisional di laboratorium. Di masa yang lalu banyak riset dilakukan baik dengan individu atau kelompok dalam situasi laboratorium, suatu situasi yang biasa di obsrvasi dengan cermat. Sekarang survey dan observasi lapangan lebih banak dipergunakan.
Tes yang sudah dibakukan banyak di pakai untuk mempelajari kepribadian. Masalah ynag pelik dalam psikologi olahraga adalah rumitnya prilaku manusia. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi suatu situasi hingga tidak mungkin menentukan bagaimana mengubah faktor untuk dapat meningkatkan atau menekan suatu elemen unjuk laku.
            Masih banyak sekali tugas yang harus dikerjakan psikologi olahraga baik di lapangan maupun di laboratorium. Berlatih, atlet dan tim akan banyak latihan memberi masukan dan kerjasama dalam penelitian, memonitor program latihan yang dilakukan ; mengintreperensi dan mengerjakan apa yang sudah dimiliki kepada para pelatih dan guru-guru olahraga.
  1. Perkembangan motorik dan didaktik olahraga
Bidang ini mempelajari perkembangan, ketangkasan dan unjuk fisik seseorang. Dua aspek perlu di pelajari. Ykani perkembangan motorik yang berkaitan dengan kemampuan fisik dan peningkatan ketangkasan terutama karena pendewasaan, sedangkan didaktik gerak berkaitan dengan peningkatan sebagai hasil dari terutam,a sekali latihan pengalaman.
Perkembangan motorik dan didaktik motorik adalah cabang dari psikologi olahraga dengan perkembangan selanjutnya yang menunjukan kemandirian. Bidang prilaku motorik, perkembangan motorik dan didaktik motorik cakupannya luas sekali dengan sejarah yang panjang dari psikologi, melalui kajian yang bermula dengan psikologi nelajar pada umumnya, yang tidak mesti belajar motorik. Psikologi olahraga terutama berurusan dengan ketangkasan gerak khususnya dalam dunia olahraga. Masalah utama dari perkembangan dan didaktik motorik adalah :
  1. Bagi perkembangan motorik
1)      Bakat dan pengaruh lingkungan dalam perkembangan motorik;
2)      Hubungan antara usia, sex dan perkembangan motorik;
3)      Perkembangan ketangkasan motorik dasar. Apakah fase-fsae yang dilalui bila belajar suatu ketangkasan motorik ?
4)      Perkembangan motorik perceptual.Apakah peran daya koordinasi ?
5)      Intelegansi dan unjuk laku motorik.
6)      Pross kognitif dan unjuk laku motorik.
7)      Kesegaran jasmani dan anak-anak.
8)      Perkembangan olahraga remaja.
  1. Didaktik olahraga
1)      Fase-fase tingkat belajar.
2)      Ingatan dan unjuk laku motorik
3)      Penguasaan gerak.
4)      Pengetahuan tentang keberhasilan.
5)      Kondisi-kondisi dan latihan.
Metode Riset dalam Didaktik geak menjadi semakin kompleks. Semula pada tahun 70-an riset didaktik gerak masih merupakan riset psikologi eksperimental. Menjelang 1980 dan sesudah itu teori-teori yang lebih terarah dengan masalah-masalah riset yang lebih tajam, eksperimen-eksperimen dilakukan berdasarkan pada metode psikologi syaraf, prilaku (behavioral neurophysiology).


  1. Praktek pelatih dan pengajar
Termasuk dalam didaktik olahraga adalah bagan pelajaran dan keterampilan pengajar. Bagan pelajaran adalah pola keseluruhan tiap pelajaran yang diberikan palatih atau guru pada saat menyakinkan pelajaranannya. Termasuk olokasi waktu bagi tiap bagian pelajaran tersebut.
  1. Teori Psikologi belajar dalam pendidikan jasmani
Teori “Trial and error” atau teori coba-coba menyatakan bahwa keterampilan akan dikuasai setelah beberapa waktu melakukan latihan. Selama latihan akan terbentuk jalur dalam system syaraf yang mengalirkan rangsang atau aktivitas otot sebagai mestinya. Jika seseorang mencoba untuk pertama kali mempelajari suatu keterampilan, gerakannya akan menjadi lebih lancer dan ritmik serta dengan pengeluaran energi yang lebih efisien. Selain itu keberhasilan akan memberikan kepuasan dan kesenangan. Jadi memperoleh keterampilan merupakan masalah coba-coba atau “trial and error”. Melalui latihan seseorang dapat menyingkirkan kesalahan-kesalahan dan akhirnya akan diperoleh unjuk laku yang lebih baik.
Teori kondisi mengemukakan bahwa belajar adalah hasil dari kondisi belajar, bukan pembentukan jalur dalam system syaraf. Seseorang bereaksi dengan cara tertentu karena pengaruh rangsang tertentu. Jika rangsang tertentu diberikan pada organisme, reaksi yang terkait dengan rangsang tersebut akan muncul. Berbagai reaksi akan terbentuk melalui pengalaman atau melalui proses kondisi situasi tertentu yang terkandung didalamnya.
Teori lainnya yang mempengaruhi pendidikan jasmani adalah teori metode keseluruhan. Teori ini didasari oleh pendapat bahwa seseorang bereaksi terhadap situasi secara keseluruhan. Seseorang, secara keseluruhan berusaha mencapai tujuan. Semakin tinggi kesadaran atau pemahaman seseorang akan tujuan yang hendak dicapainya, umpamanya saja seperti menembak bola basket atau mengumpan bola voli, semakin tinggi pula derajat ketangkasannya dalam aktivitas tersebut. Seseorang akan bereaksi berbeda-beda setiap kali dia bereaksi. Karena itu masalahnya bukan hanya sekedar latihan jika ia berbuat yang sama setiap kali. Sebaliknya, pemahaman yang lebih baik dari keseluruhan aktivitas akan mengakibatkan keterampilan yang lebih baik pula. Individu berbuat aktivitas secara keseluruhan hingga ia memperoleh pemahaman dari situasi atau memperoleh ‘rasa’ atau penghayatan dari padanya.
Teori-teori tersebut kelihatannya bertentangan yang satu dengan lainnya. Mana yang paling benar lebih baik diserahkan pada orang psikologi untuk membahasnya. Guru pendidikan jasmani hendaknya mengetaui bahwa sekedar latihan saja tidaklah cukup, akan tetapi latihan yang baik akan memberikan pengertian kepada para siswa gagasan yang lebih baik termasuk tujuan keterampilan yang dapat dicapainya. Selama latihan guru hendaknya memberikan bantuan terus menerus agar siswa menguasai setiap fase dari keterampilan atau aktivitasnya.


  1. Hukum-hukum Belajar
Psikologi terus berkembang dan karenanya banyak sekali pandangan-pandangan antara yang satu dengan yang lainnya karena demikian, maka hokum-hukum belajar yang didasarkan atas asas psikologi jangan dipandang sebagai sesuatu yang baku. Meskipun begitu para guru pendidikan jasmani perlu memberikan perhatiannya dalam upaya mencapai cara yang paling efektif dan efisien dalam membelajarkan para siswanya.
a.       Hukum kesiagaan
Hukum kesiagaan artinya bahwa individu akan belajar secara cepat dan efektif apabila ia telah “siaga” atau siap, yakni jika ia telah matang dan jika telah ada kebutuhan untuk itu. Belajar akan lancer jika bahan ajaran yang disajikan cocok dengan kebutuhan individu. Hukum ini berlaku pula sebaliknya, ia akan mengganggu dan tidak menarik untuk di kerjakan jika individu belum siap. Semakin indivudu itu matang mendekati titik kesiagaan, semakin memuaskan pula aktivitas yang dilakukan. Dalam aktivitas pendidikan jasmani guru harus mengetahui apakah anak telah telah siap sehubungan dengan kemampuan indra dan geraknya dan dalam hal-hal tertentu dengan kekutan otot-ototnya.
Banyak sekali para pendidik jasmani yang  berpendapat bahwa pertandingan antar sekolah tidak dimasukan dalam acaa pendidikan jasmani sekolah dasar. Anak-anak baik mental, emosional dan fisik belum cukup siap untuk mengalami hal semacam itu. Selain itu terdapat pula kesepakan bahwa aktivitas keterampilan otot-otot harus tidak perlu menonjol bagi anak-anak. Sebaliknya, program sebagian besar hendaknya berisikan aktivitas otot-otot besar.
Hokum kesiagaan dalam mempelajari keterampilan memiliki implikasi-implikasinya. Seorang yang telah dewasa akan lebih sulit belajar naik sepeda, melempar bola dan kinerja aktivitas fisik lainnya, jika tidak ia kembangkan pada masa muda. Selama masa remaja keerampilan-keterampilan dan system syaraf serta ototnya berkembang pada suatu keadaan yang memungkinkan belajar secara efektif dan ekonomi. Guru pendidikan jasmani pada kesempatan ini seharusnya mengajarkan berbagai variasi keterampilan sebanyak-banyaknya. Dengan begitu mereka akan memiliki dasar yang kuat yang akan mereka nikmati kelak jika mereka telah dewasa dan dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan fisik yang menyenangkan.
b.      Hukum latihan
Hukum latihan menyatakan bahwa latihan akan memperbaiki koordinasi, memperbaiki irama gerak, mengurangi pemakaian energi, lebih terampil dan membuat kerja yang lebih baik. Sebagai akibat latihan, jalur antara situasi dan tindakan akan lebih baik dan lebih permanent.
Dalam banyak hal hokum belajar ini mempunyai persamaan dengan hokum dari penggunaan dan non-penggunaan. Sebagai akibat dari latihan terus menerus kekuatan akan meningkat, dan sebaiknya tiadanya latihan akan menimbulkan kelemahan. Agar diperoleh keterampilan dalam olahraga seseorang harus berlatih. Meskipun demkian perlu di ingat, bahwa latihan tidak menjamin. Latihan harus mempunyai makna, dengan memperhatikan setiap bagian dari situasi. Maka akan memperoleh kemajuan kea rah tujuan, yakni keterampilan yang hendak dikuasai.
c.       Hukum pengaruh
Hukum pengaruh menunjukan bahwa pengalaman yang menyenagkan dan meluaskan akan lebih mendorong seseorang untuk mengulang  lagi daripada yang tidak menyenangkan. Pengalaman yang tidak memuaskan, seseorang akan menggantinya dengan yang lebih menyenangkan.
Hukum belajar ini bagi pendidikan jasmani berarti bahwa setiap usaha harus dibuat agar setiap orang merasa berhasil dan mengalami kesenangan dan kepuasan. Kepemimpinan peran penting. Dengan kepemimpinan teertentu hal-hal biasa jadi menarik.
  1. Faktorr-faktor yang memudahkan belajar
Sebagai hasil penelitian dan percobaan para psikolog beberapa asas diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Tujuan Kegiatan
Siswa hendaknya mengetahui tujuan dari kegiatan belajarnya. Pelajar selalu lebih mudah jika tujuannya jelas pemahaman akan gerakan yang dipelajarai harus banyak ditekankan. Siswa harus memiliki gambaran yang jelas dari bentuk dan bangunan kinerja yang baik.
b.      Faktor-faktor sebagai syarat belajar gerak
Untuk belajar gerak diperlukan sejumlah syarat, yakni faktor-faktor berupa kekuatan otot, kelentukan, agilitas, konsentrasi, ketajaman penglihatan, pandangan sekitar serta pemahaman tentang mekanika dari aktivitas dan faktor tantangannya.
c.       Lama latihan dan distribusinya
Lama latihan dan distribusinya adalah hal-hal yang penting dalam efektivitas belajar. Kelelahan akan menghambat kecepatan dan ketajaman belajar. Jika pelajaran menarik minat, latihan dapat di perpanjang. Pendekatan semacam ini merupakan pendekatan yang paling tepat dalam pendidikan jasmani.
d.      Kurva belajar
Guru pendidikan jasmani harus menguasai belajar siswa-siswanya secara individual. Kurva belajar tergantung pada materi pelajaran, situasi belajar dan pada masing-masing siswa. Banyak sekali terjadi bahwa belajar semakin lambat setelah beberapa lama. Dalam pendidikan jasmani hal ini mungkin karenapelajaran dimulai dengan mudah dan apabila kemudian semakin sukar kecepatan belajar menjadi berkurang. Periode terhentinya peningkatan kemajuan belajar disebut dataran (dar Plato = Dataran tinggi dari kurva) hal tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab seperti hilangnya minat belajar. Perhatikan pula kemungkinan adanya hambatan karena kelainan fisik, pandangan mata yang kurang baik, kelelahan atau kurang kuatnya otot. Meskipun demikian batas fsiologi ini jarang sekali terdapat dan biasanya adalah batas psikologik. Dengan teknik-teknik motivasi dan membangkitkan minat siswa tujuan dapapt dicapai.
e.       Penyajian bahan ajar
Belajar keterampilan akan lebih efektif apabila disajikan secara keseluruhan dan tidak bagian per bagian. Dalam pendidikan jasmani metode keseluruhan lebih berhasil apabila bahan ajar yang diberikan merupakan keterampilan yang terintenrasi dan fungsional. Tiap bagian ini merupakan keseluruhan fungsional hingga dapat diajarkan masing-masing tersendiri.
f.       Belajar sambil berbuat
Pendidikan adalah fenomena pmbuatan jadi seseorang seharusnya belajar sambil berbuat. Seseorang belajar dengan penyesuaian keadaan dirinya terhadap rangsang yang dihadapi, yang berarti perlunya ulangan-ulangan tindakan. Ketepatan unjuk laku hanya terjadi setelah terus berlatih, sementara perlu diperhatikan bahwa latihan itu terarah akan diperoleh kemajuan.
g.      Kepemimpinan
Kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan belajar. Karena perlu memotivasi agar anak menyukai aktivitas fisik. Guru pendidikan jasmani harus berusaha agar anak memperoleh gambaran yang jelas dari apa yang akan mereka lakukan. Bahan ajar disajikan sesuai dengan tingkat pemahaman anak dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan individual. Guru pendidikan jasmani mengerahkan segenap kemampuannya untuk kemajuan anak didiknya.


h.      Kemajuan belajar
Guru pendidikan jasmani dapapt menggunakancatatan-catatan seperti grafik dan seringkali berkonsultsi dengan anak-anak untuk memanfaatkan asas psikologi ini.
i.        Kesesuaian bahan ajar
Bahan ajar yang disajikan hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Hal ini berakaitan erat dengan perkembangan psikologi. Kekuatan otot, daya tahan, stabilitas emosi dan faktor-faktor lainnya perlu ditimbangkan dalam penetapan perkembangan anak untuk menentukan aktivitas pendidikan jasmani.
j.        Pebedaan individu
Setiap individu berlainan dengan individu lainnya. Perbedaan disebabkan karena keturunan dan dapat pula terjadi karena lingkungan. Perbedaan intelegensi mempunyai pengaruh terhadap proses berfikir. Hal-hal tersebut hanyalah sebagian dari perbedaan-perbedaan yang mungkin ada. Ini berarti bahwa guru pendidikan jasmani diperlukan lebih banyak lagi, karena adalah hal yang mustahil bila ia harus memperhatikan individu jika kelaasnya terdiri atas 75 anak.
k.      Kematangan penguasann ketangkasan
Suatu ketangkasan akan tetap dalam waktu lama dikuasai tergantung pada kematangan penguasaannya. Keterampilan-keterampilan jasmani memerlukan pelatihan yanh cukup agagr dikuasai secara memadai.
l.        Koreksi secara dini
Kesalahan-kesalahan hendaknya secara dini waktu mulai belajar diperbaiki. Jika kesalahan sudah menjadi kebiasaan, sukar sekali di betulkan.
m.    Bimbingan dan kemandirian
Siswa harus semakin tidak tergatung pada petunjuk dan bimbingan guru. Pada permulaan, bimbingan dan petunjuk sering diperlukan.ketika sudah menguasai hendaknya dibiarkan berkembang. Tidak banyak petunjuk akan menimbulkan ketidakpedulian anak.
C. Tujuan Utuh Pembalajaran Pendidikan Jasmani
Jika seseorang anak belajar suatu keterampilan. Ia akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak. Anak menganal keterampilan permainan pula peraturan-peraturan, tatacara terampil bermain, sportifitas, toleransi, dan menghargai lawan. Dampak ini sama pentingnya dengan aspek teknik keterampilan yang diajarkan guru pendidikan jasmani.
Guru pendidikan jasmani yang baik akan memperhatikan keseluruhan situasi belajar dan bagaimana sikap anak terhadap keseluruhan situasi tersebut.
Guru pendidikan jasmani tidak hanya berurusan keterampilan syaraf dan otot atau perkembangan jasmani individu, akan tetapi juga bertanggung jawap terhadap perkembangan mental, emosional dan sosial anak. Karean itu tujuan pelajaran pendidikan jasmani dapat dibagi atas tujuan langsung berupa kemampuan fisik, naik organic maupun motorik serta tujuan yang menyertainya yang secaraterbaru dengan tujuan langsung menjadikannya tujuan pelajaran yang utuh, tujuan utuh pendidikan jasmani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar